SerbaSerbiTraveling

Prabowo di Persimpangan Rel: Antara Kepercayaan Publik dan Kreditor

Oleh : dr. Zamir Alvi, SH, MH.Kes Pengurus DPP Gerakan Cinta Prabowo 

Iniklik.com – Kereta cepat Whoosh kembali melaju di tengah badai kritik.
Namun kali ini bukan soal kecepatannya yang disorot, melainkan beban yang ditinggalkannya.
Dan di tengah riuh tudingan korupsi, pembengkakan biaya, serta utang menahun ke China Development Bank, Presiden Prabowo Subianto memilih berdiri di depan: “Saya tanggung jawab Whoosh.”

Sebuah pernyataan yang terdengar kesatria, tapi menyimpan dilema besar — antara menjaga kepercayaan publik di dalam negeri dan kepercayaan internasional di luar negeri.

Tanggung Jawab yang Menenangkan, tapi Membingungkan

Bagi sebagian rakyat, langkah Prabowo adalah sinyal kepemimpinan: mengambil alih tanggung jawab proyek strategis tanpa menyalahkan siapa pun.
Namun bagi sebagian lain, sikap itu menimbulkan tanda tanya: apakah pemerintah benar-benar ingin membuka lembar baru dengan transparansi, atau justru menutup halaman lama yang penuh noda?

Proyek senilai lebih dari US$7 miliar ini telah lama menjadi sorotan.
Dugaan mark-up, laporan defisit operasional, dan restrukturisasi utang hingga 60 tahun membuat publik mempertanyakan: apakah kereta cepat ini benar-benar membawa bangsa ke masa depan, atau justru menjerumuskannya dalam utang panjang yang melaju tanpa rem?

Menjaga Kepercayaan Dunia

Di sisi lain, Prabowo tahu, dunia sedang memperhatikan.
China Development Bank, yang menanggung 75 persen pembiayaan, menuntut kepastian pembayaran dan komitmen politik.
Sebuah langkah keras terhadap proyek ini dapat diartikan sebagai ancaman bagi hubungan diplomatik dan keuangan Indonesia-Tiongkok — pilar penting dari Belt and Road Initiative di Asia Tenggara.

Karena itu, pasang badan menjadi pilihan diplomatik: menenangkan kreditor tanpa memicu gejolak politik.
Namun harga politiknya bisa mahal — terutama bila rakyat merasa suara mereka tenggelam di balik suara diplomasi.

Rel yang Berpisah

Pemerintahan Prabowo berada di persimpangan dua rel:
satu rel menuntut transparansi, audit terbuka, dan penegakan hukum;
rel lain menuntut stabilitas, diplomasi lembut, dan keberlanjutan investasi.

Menjaga keduanya berarti berjalan di atas keseimbangan yang rapuh — seperti masinis yang harus menatap ke depan, sambil memastikan gerbong di belakang tak terlepas satu pun.

Namun, sejarah selalu berpihak kepada pemimpin yang berani membuka jendela kebenaran, bukan sekadar menutup tirai masalah.
Rakyat tak menuntut kesempurnaan, hanya kejujuran.
Sebab kepercayaan publik, sekali hilang, tak bisa ditebus dengan bunga pinjaman atau nota diplomatik.

Penutup

> “Negara tak akan jatuh karena utang,
tapi bisa runtuh karena hilangnya kepercayaan.”

 

Kini Prabowo diuji bukan oleh kecepatan kereta Whoosh,
melainkan oleh kecepatan hatinya dalam memilih antara dua rel kebenaran:
yang satu menuju kepercayaan rakyat,
yang lain menuju keyakinan dunia.
Dan di antara keduanya, sejarah akan menuliskan — apakah ia masinis yang berani mengerem di waktu yang tepat,
atau penumpang yang membiarkan kereta melaju tanpa arah.

Berita terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button