SerbaSerbi

Makan Bergizi Gratis: Proyek atau Program?

Oleh dr.Zamir Alvi, SH, MH.kes ( Ketua IDI Kabupaten PALI)

PALI 29 September 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan publik sejak diluncurkan bersama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di awal tahun 2025. Tujuannya ambisius: menurunkan angka malnutrisi dan stunting, serta memastikan generasi muda Indonesia mendapatkan asupan gizi yang memadai. Namun, seiring berjalaninya pelaksanaan, pertanyaan kritis kembali muncul: apakah MBG ini bersifat proyek sekali waktu atau sebuah program jangka panjang yang sistemik?

Dalam artikel ini, kita akan meninjau data terbaru, dinamika pelaksanaan, tantangan, dan implikasi status MBG sebagai proyek atau program.

Data Terkini: Capaian & Realitas Lapangan

Diluncurkan secara resmi pada 6 Januari 2025 di 26 provinsi dengan 190 dapur komunitas gizi (SPPG).

Pada pertengahan 2025, cakupan penerima manfaat masih relatif kecil dibanding target. Per 22 Juni 2025, MBG menjangkau 5,208,939 orang melalui 1,837 unit SPPG.

Pada awal Juli 2025, total penerima manfaat semakin mendekati 7 juta orang dengan unit layanan gizi aktif lebih dari 1.800.

Pemerintah menetapkan target nasional mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025.

Selain itu, hingga akhir Juli 2025, telah terdapat 2.375 dapur komunitas gizi (SPPG) yang aktif menjangkau beragam kelompok, seperti anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan santri.

Di sisi yang kontra: laporan menunjukkan bahwa kasus keracunan dari paket MBG telah terjadi beberapa kali di berbagai daerah—misalnya kasus di Nunukan Selatan (Kaltara) pada Januari 2025, dan 121 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan di PALI, Sumatera Selatan pada Mei 2025.

Realisasi anggaran juga menjadi sorotan. Menurut laporan independen, hingga pertengahan tahun 2025, baru sekitar Rp 4,4 triliun yang terserap dari alokasi Rp 171 triliun, atau sekitar 2,6 % dari anggaran.

Lebih parah, pada September 2025 terjadi wabah keracunan masal di Jawa Barat yang menimpa ribuan siswa akibat pengolahan dapur yang tidak sesuai standar.

 

Proyek atau Program? Analisis Kerangka

Perbedaan antara “proyek” dan “program” dalam konteks pembangunan publik bukan sekadar istilah. Ia menyangkut struktur perencanaan, kesinambungan, regulasi, dan komitmen jangka panjang.

Ciri Proyek:

1.Waktu terbatas (umumnya satu siklus atau tahun anggaran),

2.Sasaran output spesifik dan terukur,

3.Sumber dana terikat anggaran periodik,

4.Setelah selesai, sering tidak dilanjutkan atau menjadi entitas baru.

Ciri Program:

1.Berkelanjutan dalam periode panjang,

2.Merupakan kumpulan kegiatan saling terkait,

3.Memiliki visi, roadmap, indikator outcome jangka menengah & panjang,

4.Memerlukan regulasi, pengaturan institusi, dan pendanaan stabil.

Melihat karakteristik implementasi MBG di lapangan:

MBG ditargetkan menjangkau puluhan juta orang dan dibentangkan hingga 2029 sebagai bagian dari prioritas nasional.

Pemerintah telah memancang agar ekosistemnya melibatkan UMKM lokal, petani, koperasi daerah — bukan hanya distribusi langsung pusat.

Pernyataan pejabat menyebut bahwa MBG terus diperluas dan dipertahankan sebagai prioritas nasional, bukan hanya proyek percobaan.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak wilayah masih menganggapnya sebagai proyek tahunan: belum ada pedoman operasional yang konsisten di semua daerah, SDM dan infrastruktur belum merata, pengawasan terhadap dapur dan mutu gizi belum optimal.

Kasus keracunan dan lambatnya penyerapan dana menunjukkan lemahnya mekanisme operasional yang ideal dalam sebuah “program matang.”

Dengan demikian, MBG saat ini bisa dikatakan berstatus hibrida: sebagian sebagai proyek yang berjalan tahun ke tahun (bagian dari anggaran tahunan), sebagian diarahkan sebagai program jangka panjang yang integratif. Namun, hibriditas itu juga menciptakan ruang risiko — terutama dalam keberlanjutan, kualitas, dan akuntabilitas.

Tantangan & Sorotan

1. Keamanan pangan dan standar higiene dapur
Kasus keracunan yang terjadi berulang menunjukkan bahwa kontrol mutu, SOP pengolahan, dan sertifikasi dapur belum memadai.

2. Penyerapan anggaran rendah
Menyerap hanya 2‑3 % dari alokasi pada tengah tahun menunjukkan hambatan birokrasi, logistik, dan kapasitas pelaksanaan.

3. Ketimpangan antar-daerah
Beberapa provinsi atau kabupaten lebih siap (SDM, fasilitas, jaringan distribusi), sedangkan daerah terpencil tertinggal dalam pelaksanaan.

4. Keterbatasan regulasi dan pedoman operasional
Banyak daerah belum memiliki pedoman teknis yang konsisten untuk menyesuaikan kondisi lokal.

5. Ketergantungan politik & pergantian pemerintahan
Jika MBG sekadar proyek prioritas presiden, ada risiko program ini bergantung pada kelanjutan kepemimpinan.

6. Indikator outcome jangka menengah/panjang belum jelas
Kalau hanya menghitung jumlah penerima, belum tentu berdampak signifikan pada indikator gizi jangka panjang seperti prevalensi stunting.

 

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan data dan dinamika pelaksanaan terkini, MBG lebih cocok ditempatkan sebagai program jangka panjang, bukan proyek semata. Namun di tahap transisi, banyak wilayah masih menjalankannya layaknya proyek tahunan tanpa pondasi sistemik.

Agar status program benar-benar terealisasi, beberapa langkah perlu ditempuh:

Penyusunan pedoman teknis nasional yang detail dan fleksibel, serta sosialisasi ke seluruh daerah

Sistem pengawasan mutu dapur (licensing, sertifikasi, audit rutin)

Peningkatan kapasitas SDM di daerah: ahli gizi, manajemen operasional, logistik

Penguatan regulasi (misalnya lewat Peraturan Presiden atau peraturan turunannya) agar keberlanjutan tidak tergantung pada pergantian pemimpin

Penyesuaian alokasi anggaran multiyear agar tidak terputus tiap tahun

Monitoring dan evaluasi berbasis outcome (misalnya perubahan status gizi, penurunan stunting) bukan hanya output (jumlah penerima)

MBG memiliki potensi besar untuk menjadi pilar transformasi gizi bangsa—jika dijalankan sebagai program strategis dengan fondasi kelembagaan yang kokoh, bukan proyek sesaat. Pemerintah dan semua pihak terkait perlu segera mengokohkan kerangka ini agar manfaatnya tak hanya sesaat, melainkan melekat lama untuk generasi mendatang.

Berita terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button