Refleksi Satu Tahun Prabowo: Stabilitas dalam Simulakra
Oleh: dr. Zamir Alvi, SH, MH.kes] Pengurus DPP Gerakan Cinta Prabowo

Iniklik.com – Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bukan sekadar pergantian kuasa, tapi permulaan dari era politik gaya baru: populisme yang dibungkus teatrikalitas, dibingkai oleh stabilitas semu. Pemerintahan ini berjalan dalam narasi besar: “melanjutkan yang baik dari masa lalu” sambil memberi warna nasionalis ala militer yang kuat. Namun, satu tahun sudah berlalu—dan pertanyaannya tetap sama: siapa yang sebenarnya sedang dilayani oleh negara?
Kita dihadapkan pada ironi angka dan rasa. Statistik makro menyebut konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen, rasio gini menurun ke 0,375, dan kemiskinan turun tipis menjadi 8,47 persen. Di sisi lain, jajak pendapat menunjukkan angka kepuasan publik yang tinggi—rata-rata di atas 75 persen. Tapi statistik tidak memuat antrean panjang di warung beras murah, keresahan akan harga telur, atau pengangguran yang terselubung di kota-kota satelit.
Pemerintahan ini mahir membentuk persepsi. Satu tahun berjalan, kita menyaksikan pertunjukan komunikasi yang efektif—tetapi belum tentu berbanding lurus dengan kedalaman kebijakan. Banyak program masih berputar pada bantuan sosial, bukan pada restrukturisasi yang memperkuat fondasi kesejahteraan. Ketimpangan wilayah masih nyata: rumah tangga di luar Jawa menghabiskan lebih dari separuh pendapatannya hanya untuk makan. Di Bima, NTB, pengeluaran per kapita masih di kisaran Rp1,57 juta per bulan—jauh dari angka PDB per kapita nasional yang mencapai Rp6,5 juta.
Pemerintah tampaknya lebih tertarik menampilkan “citra kerja” ketimbang kerja yang menyentuh akar persoalan. Padahal, ketahanan sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau simbol populis, melainkan pada kemampuan negara menciptakan rasa aman ekonomi yang konkret. Rakyat tak butuh banyak diksi. Mereka butuh harga sembako stabil, upah layak, dan sekolah yang tak meminta pungutan setiap semester.
Ada kemajuan, memang. Tapi langkah-langkah kecil itu akan kehilangan makna bila ketimpangan terus dipelihara. Waktu bulan madu akan habis. Pemerintahan ini harus segera bergerak dari citra ke kerja. Jika tidak, stabilitas yang dibanggakan hanya akan menjadi simulakra: bayangan dari sesuatu yang tak pernah sungguh-sungguh ada. (Red)